Pengalaman bekerja
Sekitar tahun 2010 saya pernah tergabung dalam sebuah tim dari bagian
lain. Sepanjang yang saya ketahui awalnya hanya karena pembicaraan
dari pimpinan saya dan pimpinan bagian itu. Aturan kerja saya dibuat
sedemikian rupa sehingga pagi sampai sore saya ada di tempat kerja
saya sendiri dan selanjutnya bergeser ke bagian tersebut.
Sejak awal bekerja saya terkejut dengan ritme kerja bagian tersebut.
Hanya lima orang laki-laki yang bekerja siang malam. Bahkan mulai
tahap pelaksanaan sampai pelaporan. Contohnya saja teman-teman
melakukan pemetaan tata batas wilayah yang biasanya diatas gunung atau
sungai. Kegiatan itu dilaksanakan pada pagi sampai siang. Selanjutnya
teman-teman membuat laporan setelah 'turun gunung'. Sehingga
dikerjakan mulai siang sampai malam, bahkan sampai jam tiga dini hari.
Pekerjaan itu dilakukan selama beberapa bulan.
Saking capeknya sampai teman-teman tidak bisa fokus ketika membuat
laporan keuangan. Tentu suasana kerja ini tidak sehat. Pemerintah
sudah membuat norma beban kerja 37,5 jam perminggu. Atau kalau
dirata-rata sesuai dengan jam kerja pada semua instansi. Ditambah lagi
norma harus adanya jam istirahat setelah sekian jam bekerja. Sayangnya
saya tidak ingat. Adapun menurut Pejabat Pengelola Keuangan setelah
itu boleh lembur hanya tiga jam. Tentunya penyusunan jam kerja itu
juga bertujuan menjaga kesehatan pegawai. Sesuai dengan kinerja
manusia tidak bersifat progresif tapi cenderung berbentuk kurva.
Hanya saja ada saja 'kebijakan' pimpinan yang menugaskan bawahannya
bekerja di luar batas itu. Bagi saya ini bukan bentuk manajemen sumber
daya manusia yang baik. Ketika pimpinan saya mendengar cerita saya dia
berseloroh "kalau saya pas lagi capek ya saya tidur, apa iya kalau
saya sakit terus pak bupati mau nunggui saya di rumah sakit?"
--
Jln. A. Yani Nomor 1 Trenggalek
Kode Pos 66311
lain. Sepanjang yang saya ketahui awalnya hanya karena pembicaraan
dari pimpinan saya dan pimpinan bagian itu. Aturan kerja saya dibuat
sedemikian rupa sehingga pagi sampai sore saya ada di tempat kerja
saya sendiri dan selanjutnya bergeser ke bagian tersebut.
Sejak awal bekerja saya terkejut dengan ritme kerja bagian tersebut.
Hanya lima orang laki-laki yang bekerja siang malam. Bahkan mulai
tahap pelaksanaan sampai pelaporan. Contohnya saja teman-teman
melakukan pemetaan tata batas wilayah yang biasanya diatas gunung atau
sungai. Kegiatan itu dilaksanakan pada pagi sampai siang. Selanjutnya
teman-teman membuat laporan setelah 'turun gunung'. Sehingga
dikerjakan mulai siang sampai malam, bahkan sampai jam tiga dini hari.
Pekerjaan itu dilakukan selama beberapa bulan.
Saking capeknya sampai teman-teman tidak bisa fokus ketika membuat
laporan keuangan. Tentu suasana kerja ini tidak sehat. Pemerintah
sudah membuat norma beban kerja 37,5 jam perminggu. Atau kalau
dirata-rata sesuai dengan jam kerja pada semua instansi. Ditambah lagi
norma harus adanya jam istirahat setelah sekian jam bekerja. Sayangnya
saya tidak ingat. Adapun menurut Pejabat Pengelola Keuangan setelah
itu boleh lembur hanya tiga jam. Tentunya penyusunan jam kerja itu
juga bertujuan menjaga kesehatan pegawai. Sesuai dengan kinerja
manusia tidak bersifat progresif tapi cenderung berbentuk kurva.
Hanya saja ada saja 'kebijakan' pimpinan yang menugaskan bawahannya
bekerja di luar batas itu. Bagi saya ini bukan bentuk manajemen sumber
daya manusia yang baik. Ketika pimpinan saya mendengar cerita saya dia
berseloroh "kalau saya pas lagi capek ya saya tidur, apa iya kalau
saya sakit terus pak bupati mau nunggui saya di rumah sakit?"
--
Jln. A. Yani Nomor 1 Trenggalek
Kode Pos 66311